"Berkunjung ke panti rehabilitasi narkoba kerap memberikan pengalaman tersendiri. Begitu yang dialami siswa-siswi sekolah kejuruan di kabupaten Sleman. Berikut kisah yang dihimpun wartawan Harian Jogja, Switzy Sabandar."
Ada nuansa yang berbeda ketika menengok pemandangan di
sebuah rumah mirip asrama yang berlokasi di Nandan, Sariharjo, Kecamatan
Ngaglik, Sleman, Minggu (2/9). Suasana
sepi yang biasanya mendominasi keseharian bangunan itu seketika berubah drastis
dengan kehadiran ratusan siswa salah satu Sekolah Menengah Kejuruan Di Sleman.
Setelah tampak memenuhi sebuah ruang pertemuan sejak pukul 08.00 WIB dengan
pembicaraan yang interaktif, mereka berjalan keluar ruangan, membentuk kelompok
kelompok kecil dan terlihat asyik berkasak-kusuk sembari sesekali derai tawa
bergaung dari tempat mereka berdiri.
Gambaran
itu muncul ketika GIANTS, sebuah ekstrakulikuler yang terdapat di SMKN II
Depok, mengunjungi Panti Rehabilitasi KUNCI Bruderan Karitas yang menangani
ketergantungan terhadap obat obat-obatan terlarang dengan program perubahan
perilaku. Kegiatan siswa yang bergerak di kepedulian erhadap pecandu obat
obatan terlarang itu memiliki tujuan mulia dan sederhana. Menghapus stigma
negative yang seolah sudah tertera di dahi tiap junkie – istilah popular yang
kerap kali digunakan untuk menyebut pengguna narkoba – sekaligus mendekakan
murid kepada narkoba, bukan untuk dikonsumsi melainkan dipahami efek buruk bagi
tubuh.
Informasi yang diperoleh pun tidak tanggung-tanggung. Bukan melalui
cerita banyak orang melainkan langsung berbagi kisah dengan para resident [
sebutan untuk pecandu narkoba yang tengah menjalani proses rehabilitasi dan
menetap dip anti]. Beberapa permainan beregu, seperti balon estafet, jarum
estafet, serta pesawat dan meteor, disiapkan untuk mengakrabkan dan menghapus
batas antara siswa dan resident.
“Awalnya sempat deg-degan ketika membayangkan akan bertemu
dengan pecandu sebelum tiba dip anti,” ungkap Ozy Dwi Saputra, salah satu siswa
kelas X SMKN 2 Depok yang mengikuti kegiatan bertajuk GIANTS Care Day kepada
Harian Jogja.
Selama ini, lanjut dia, dalam benaknya seorang junkie adalah
sosok yang sangar dan menyeramkan seperti yang pernah dibacanya dalam beberapa
buku dan didengarnya dari orang lain. Laki-laki berusia 15 tahun ini
mengatakan, asumsinya mengenai pecandu obat-obatan terlarang seketika berubah
setelah bertemu dengan teman-teman resident Panti Rehabilitasi KUNCI Bruderan. “Ternyata
sama seperti kita-kita, mereka hangat dan bersahabat,” tukas siswa jurusan
Teknik Pengolahan Migas dan Petrokimia yang mengaku baru pertama kali ini
berhadapan dengan junkies.
Hal senada juga diutarakan Dwi Retno Hapsari, pesrta GIANTS Care
Day lainnya, yang awalnya menganggap pecandu narkba sulit diajak berkomunikasi
karena sifatnya yyang impulsive. “Tapi jelas pendapat tersebut patah dengan
acara hari ini, mereka baik karena bisa
diajak sharing dan terbuka sehingga member gambaran pada saya seluk beluk narkoba ,“ terang siswi kelas X
jurusan Kimia Analisis ini. Retno
berharap melalui kegiatan ini, dapat menambah wawasan serta menjadi benteng
baginya dan teman-teman untuk tidak bermain api dengan narkoba.
Tanggapan positif atas kedatangan siswa sekolah itu juga
dilontarkan Pipo, salah satu residen Panti Rehabilitasi KUNCI Bruderan Karitas.
Menurut laki laki yang sudah dua kali bolak balik rehabilitasi ini mengenalkan
bahaya narkoba sejak dini dapat menjadi pertahanan bagi anak muda untuk tidak
terjerumus seperti yang telah ia alami. “Terus terang saya tidak pernah tahu
secara detail bahaya narkoba, sampai saya direhabilitasi,” tuturnya. Tanpa canggung,
laki-laki kelhiran 28 tahun silam ini pun menuturkan, masuk rehabilitasi
ditempuhnya untuk bisa keluar dari jeratan narkoba. Pengguna putaw sejak 2007
ini, tidak menampik untuk keluar dari kecanduan, selain niat dai diri sendiri,
lingkungan tempat tinggal juga harus mendukung. Kegagalannya tahun lalu pasca
rehabilitasi pertama setahun lalu disebabkan ia bertemu kembali dengan
komunitas lama di ibukota yang mengenalkannya pada barang barang tersebut. Rencananya,
setelah keluar dari reabilitasi yang kedua, laki laki lajang ini berencana
untuk hijrah ke Jogja.
Agustinus Murgianta, konselor adiksi Panti Rehabilitasi
KUNCI Bruderan Karitas, membenarkan banyaknya kunjungan yang dilakukan pihak
luar untuk berkunjung ke dalam panti untuk berinteraksi dengan resident dapat
mengikis stigma negative tentang junkie. “Misal kebanyakan orang tua berpesan
kepada anaknya untuk tidak bergaul dengan pecandu karena takut tertular,”
ujarnya. Padahal, sambung dia, perilaku seperti itu justru memberi batas
pergaulan junkie dengan masyarakat, sehingga ketika junkie tersebut sudah
sembuh dan kembai ke masyarakat justru tidak mendapat dukungan.
(dikutip dari Harian
Jugaja, Senin, 3 September 2012, hal 1)